Miris. Kata kata ini mungkin yang tepat untuk menggambarkan cerita di bawah ini. Barusan di kompas.com ada berita soal suami yang susah payah cari hutangan untuk mengubur jenazah istrinya yang meninggal. Sang isteri meninggal terkena penyakit kelenjar getah bening. Usianya baru 30 tahun.
Istrinya meninggal hari minggu (14/3). Si suami tidak ada di tempat karena sedang bekerja. Setelah pulang kerja sekitar jam 3 sore, si suami mendapati tubuh istrinya sudah meninggal. Sekitar jam 4 sore, suaminya membawa jenazah sang istri ke rumah sakit. Sekitar 9 jam berada di rumah sakit, jenazah istrinya di bawa pulang ke kos an.
Si suami, menurut penuturan tetangganya keluar kos an untuk mencari lokasi pemakaman dan balik lagi jam 9 pagi. Kemudian si suami keluar lagi untuk mencari ambulans dan menitipkan jenazah istrinya ke pemilik kos dan tetangga kosan nya.
Si suami belum kembali dari mencari ambulans, tetangga kos an kemudian melapor ke polisi jam 11 pagi. Setelah warga lapor ke polisi, selang beberapa saat kemudian suami datang membawa ambulans gratis dari PMI.
Dari kronologi berita tadi, saya justru bertanya soal sikap para tetangganya. Kenapa baru ditinggal dua jam untuk mencari ambulans kemudian melapor ke polisi? Apakah para tetangganya tidak bisa membantu mengurus jenazah.
Tetangganya bilang begini:
"Kasihan sudah meninggal, namun jenazah tidak segera dimakamkan, padahal sudah hampir 24 jam telantar di kamar kos."
Kalau memang kasihan kenapa tidak bahu membahu membantu kesusahan orang yang ditimpa kemalangan. Apakah di sana tidak ada orang yang bisa mengurus jenazah? Apakah di tempat itu tidak ada perangkat RT/RW dan perangkat desa?
Apa penyebabnya? Apakah mungkin karena bukan warganya dan hanya numpang ngekos lalu jenazah dibiarkan begitu saja tanpa ada tetangga yang mau mengurus? Kalau alasannya benar seperti itu, saya kira kemanusiaan mereka patut dipertanyakan.
Ungkapan kasihan seperti tetangga di atas pernah saya dengar beberap tahun lalu. Waktu itu, saya masih di pesantren. Ada salah satu pengurus yang menikah. Pengurus pesantren yang menikah ini kondisi ekonominya pas pas an. Jadi resepsinya sangat sangat sederhana. Resepsinya diadakan di halaman samping pesantren yang ukurannya hanya 4x4 meter. Singkat cerita, setelah selesai resepsi, pasangan pengantin ini langsung membersihkan tempat yang digunakan untuk resepsi. Mulai dari angkat meja, kursi dan menyapu halaman pesantren. Padahal itu adalah malam yang seharusnya sangat spesial bagi mereka berdua. Dan teman teman saya yang di pesantren hanya ngegosip dan bilang, "Kasihan ya kang A. Padahal ini malam pertamanya."
Apa yang saya lakukan. Saya bilang ke mereka. "Jangan cuma bilang gitu. Ayo bantu."
Dan coba tebak. Yang akhirnya turun ikut bantu hanya saya dan teman saya satu orang. Dan mayoritas mereka tidak mau turun. Dengan berbagai dalih dan alasan.
Moral cerita ini adalah: Banyak di luaran sana, ketika ada seseorang yang kena musibah atau kesusahan itu hanya bilang kasihan dan ngegosip. Tapi ketika suruh bantu, mereka ada saja alasannya. Bagaimana dengan anda? Apakah pernah mengalami kejadian seperti ini juga....
0 komentar:
Posting Komentar