Ads 468x60px

Pages

Subscribe:

Labels

Senin, 31 Oktober 2022

Ibuku Meninggal

Saya baru sempat buat tulisan tentang meninggalnya Ibu. Waktu terasa sangat begitu cepat. Hari hari saya dengan ibu tak seperti orang kebanyakan. 

Seingat saya, kalau dihitung tak sampai delapan tahun hidup dengannya. Waktu paling lama saya bersama ibu itu saat masih kecil, umur di bawah tujuh tahun. 

Setelah usia tujuh tahun saya dititipkan ke orang tua ayah saya. Ibu baru kembali saat usia saya 10 tahun. Kembalinya pun tidak lama. Paling saya bertemu dia tak lebih dari seminggu. Setelah itu, dia balik lagi ke Arab Saudi. 

Ibuku kembali lagi ke Indonesia, saat usiaku sudah 19 tahun. Tahun 2007. Jujur saja saya sampai lupa raut mukanya karena begitu sangat lama saya tidak bertemu dengannya. Dan zaman itu belum ada smartphone yang bisa video call seperti saat ini. 

Jumat, 24 Juni pukul 23.45 WIB, ibuku telah bertemu dengan sang pencipta. Kabar yang sungguh tak terduga. Baru dua hari beliau di bawa adik saya ke Rumah Sakit. Kondisinya pun sempat membaik. Tiba tiba hari jumat setelah maghrib adik saya memberi kabar kalau kondisi Ibu kritis. Saya dan isteri sempat video call dengan beliau. Dan mengabarkan akan pulang ke kampung. 

Di sepanjang perjalanan, rasa khawatir terus menyelimuti. Ada perasaan yg susah utk diucapkan ketika mengendarai mobil. Rasa kantuk pun tiba2 sirna. Akhirnya sampailah saya di brebes pukul 2 dini hari. Saya tak menjumpai saat ibu menghembuskan nafas terakhirnya.

Selamat jalan Ibu. Semoga panjenengan damai & bahagia bertemu sang pencipta...


Rabu, 12 Januari 2022

Solusi Pasokan Batubara PLN

Beberapa hari terakhir ramai perbincangan soal masalah stok cadangan batubara PLN. Bahkan Jokowi sempat kesal betul ketika tahu masalah ini. Jokowi dengan tegas memperingatkan perusahaan batubara untuk memenuhi kewajiban DMO nya. Jokowi pun sempat melarang perusahaan batubara untuk melakukan ekspor. Meski tidak lama kemudian, pernyataan itu akhirnya diralat setelah beberapa Negara yang biasa impor batubara dari Indonesia mengajukan surat keberatan. Dan meminta Indonesia untuk mencabut larangan ekspor tersebut.


Saya kira wajar saja presiden begitu marah. Indonesia ini kan salah satu Negara eksportir Batubara terbesar di Dunia. Kok bisa bisanya PLN tidak punya stok batubara untuk bahan bakar beberapa PLTU nya. Ini kan miris sekali. Tidak pantas. Dan bisa jadi bahan tertawaan dunia Internasional. 

Lalu apa kira kira solusinya biar kejadian seperti ini tidak terulang kembali? 

Kemarin saya diskusi dengan bos saya di kantor. Dia punya usul yang sangat brilian. Itu menurut saya. Pendapat bos saya begini:

Bos saya bilang, selain tentu saja perlu ketegasan dari Pemerintah agar perusahaan batubara menjalankan kewajiban DMO. Yang tidak kalah penting itu PLN harus punya tambang batubara sendiri. Iya, PLN mesti punya tambang Batubara sendiri. Karena praktek di Negara lain itu, perusahaan seperti PLN itu punya tambang batubara sendiri. Kalian bisa coba googling sendiri. 

Nah, kalau PLN itu punya tambang sendiri, ke depannya itu tidak perlu bergantung kepada perusahaan batubara yang mayoritas dikuasai oleh pihak swasta. Seperti kondisi yang saat ini terjadi.

Lalu bagaimana caranya? Sebenarnya caranya mudah. Presiden Jokowi kemarin mencabut banyak konsesi batubara. Belum lagi perusahaan batubara yang lahan konsesinya dikurangi. Contoh saja Arutminnya Bakrie. Lahan itu juga bisa diberikan ke PLN.  Sehingga PLN itu ke depan bisa memasok batubara dari tambangnya sendiri. Dan akan sangat fair jika Pemerintah itu menekan PLN untuk tidak menekan tarif dasar listrik ketika harga batubara sedang tinggi tingginya. Lah wong, Batubaranya tidak beli dari pihak lain kok. Jadi kan tidak terlalu memberatkan keuangan PLN. 

Daripada misalnya, kalau harga batubara lagi tinggi, terus Pemerintah memberi subsidi. Jadinya kan kurang efisien. Malah jadi beban negara kalau seperti itu. Semoga saja ke depan, pandangan ini bisa terealisasi. Ini demi PLN yang lebih baik....








Senin, 10 Januari 2022

Gus Dur, Islam, dan Kemiskinan

Kemarin malam saya lagi mager banget. Biasanya kalau lagi mager, saya langsung pengin baca buku. Langsung berselancarlah di aplikasi ipusnas, perpustakaan online milik Perpustakaan Nasional. 

Di beranda ada buku yang berisi kumpulan tulisan Gus Dur di majalah Tempo. Gus Dur ini memang karir awalnya sebagai penulis Kolom di beberapa media massa. Dan dia kategori penulis yang sangat produktif. Tema tulisannya beragam. Tidak hanya soal agama saja, tapi dia juga suka menulis soal masalah sosial hingga soal sepakbola. Begitulah kira kira yang dikatan Ulil Abshar dalam pengantar buku itu.

Tulisan Gus Dur di buku itu yang menarik perhatian saya justru ide nya soal agama dan kemiskinan. Gusdur waktu itu, dalam tulisannya tahun 1980 di Majalah Tempo, mengingatkan pemuka agama untuk jangan hanya bicara soal moral ke masyarakat. Argumen Gus Dur, salah satu tujuan agama itu agar manusia bisa hidup dalam kondisi idealnya. Karena manusia memang diciptakan dalam bentuk yang sebaik baiknya. Dan hal itu bisa terwujud jika umatnya sejahtera. 

Gagasan Gusdur itu saya rasa masih relevan hingga saat ini. Banyak pemuka agama zaman sekarang masih berkutat pada tema yang dikritik oleh Gus Dur. Mereka masih banyak bicara soal moral dan ritual ibadah. Bukannya hal ini tidak penting. Tapi paling tidak pemuka agama coba berikan porsi untuk bicara soal masalah sosial yang dialami masyarakat; terutama terkait masalah kemiskinan. 

Karena begini, jika umat bisa terlepas dari belenggu kemiskinan, mereka akan lebih mudah untuk diajak melakukan ritual keagamaan. 

Makanya, Gus Dur lebih suka ulama coba merumuskan bagiamana pandangan Islam soal pengentasan kemiskinan di banding mereka sibuk ngomongin soal pelarangan ucapan natal. Sebab hal itu jauh lebih punya kemaslahatan yang jauh lebih luas ke umat. Umat bisa sejahtera dan bisa melakukan ritual ibadah dengan tenang.

Penerus Gus Dur seperti Gus Yahya yang saat ini menjabat sebagai Ketua PBNU, seharusnya bisa menerapkan gagasan itu. Dalam Muktamar NU, Jokowi telah berjanji untuk memberikan konsesi tambang untuk Ormas seperti NU. Saya rasa itu harus bisa direalisasikan. NU nanti bisa mandiri karena punya pendapatan dari konsesi yang diberikan negara. Dividen dari pendapatan itu bisa dilakukan untuk pemberdayaan umat.