JAKARTA - Pemerintah menargetkan
defisit anggaran tahun depan 2% atau kurang, lebih rendah dari target
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 2,21% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Keuangan,
mengatakan target tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Penurunan
defisit karena pemerintah berencana akan menerapkan subsidi tetap untuk
bahan bakar minyak (BBM) mulai Januari 2015.
Pada APBN 2015
pemerintah menetapkan belanja negara sebesar Rp 2.039,5 triliun dan
penerimaan negara sebesar Rp 1.793,6 triliun, sehingga anggaran defisit
2,21% dari PDB atau Rp 245,9 triliun. APBN disusun dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi 5,8%, inflasi 4,4%, suku bunga SPN tiga bulan
sebesar 6%, nilai tukar Rp 11.900 per dolar AS, harga minyak Indonesia
(Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$ 105 per barel, lifting minyak
900 ribu barel per hari, dan lifting gas sebesar 1,248 juta barel per
hari setara minyak.
Menurut Bambang, dengan penerapan subsidi
tetap, beban anggaran subsidi akan sedikit berkurang. Mengenai besaran
subsidi tetap, Bambang belum bisa menyebutkan angkanya karena harus
konsultasi dengan Presiden. “Tapi kita telah siapkan beberapa opsi, yang
pasti ini akan efektif per-Januari 2015. ” ujarnya.
Mengenai
mekanismenya, menurut Bambang, perlu ada pertimbangan dari sisi harga
minyak dan kurs. “Jangan hanya melihat pada harga minyaknya saja tapi
juga harus lihat pada kursnya, jadi kita akan lihat pada dua hal itu,
mekanisme apa yang paling tepat,” ungkapnya.
Menurut perhitungan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dengan subsidi Rp
500 per liter, anggaran yang bisa dihemat Rp 24 triliun dengan asumsi
kuota BBM 48 juta kiloliter.
Sementara untuk kuota BBM subsidi
tahun ini sebesar 46 juta kilo liter, menurut Bambang, diperkirakan akan
sedikit terlewati. Namun, Pertamina tetap akan berkomitmen menyediakan
BBM bersubsidi sampai akhir tahun.
Dengan kenaikan harga BBM
bersubsidi Rp 2.000 per liter, banyak konsumen yang beralih ke pertamax,
sehingga konsumsi pertamax naik 300% dari sebelumnya.
A
Prasetyantoko, Kepala Ekonom PT Bank BTN Tbk (BBTN), mengatakan
penerapan subsidi tetap akan berdampak pada kepastian anggaran sehingga
pemerintah tidak perlu merevisi anggaran terus menerus. Namun
menurutnya, penerapan subsidi tetap bukannya tanpa masalah karena
masyarakat harus menanggung fluktuasi dari harga minyak tersebut.
Sementara
Telisa Aulia Falianti, Ekonom Universitas Indonesia, kurang sependapat
dengan penerapan subsidi tetap. Menurut dia, dengan penerapan subsidi
tetap harga BBM tidak akan bisa mencapai harga keekonomiannya. Lebih
baik pemerintah mengurangi subsidi listrik dengan cara bertahap hingga
mencapai harga keekonomian.
Terkait target defisit anggaran di
kisaran 2% pada tahun depan, Prasetyantoko mengaku optimistis target
tersebut dapat terealisasi. “Sangat mungkin karena tekanan dari beberapa
variabel, terutama pengurangan subsidi BBM yang sangat besar membantu
mengurangi defisit anggaran,” ungkapnya.
Hal senada juga
diungkapkan Telisa. Menurut dia, target defisit tersebut dapat terwujud
asalkan harga minyak terus menurun dan tidak melebihi US$ 80 per barel,
kemudian rupiah tetap di bawah Rp 12.000 per dolar AS, dan realisasi
penerimaan pajak tahun depan bisa mencapai angka 95% dari target. “Saya
optimis target 2% itu bisa tercapai,” ujarnya.
Transaksi Berjalan
Bambang
Brodjonegoro mengatakan pemerintah akan meningkatkan ekspor barang dan
jasa untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. Ekspor harus beralih
dari komoditas ke manufaktur. Negara tujuan ekspor komoditas seperti
Tiongkok, saat ini perekonomiannya sedang melambat sehingga perlu ada
pengalihan ekspor.
Menurut untuk menutup penurunan ekspor yang
paling potensial adalah jasa pariwisata. Parawisata menjadi prioritas
pemerintah keempat setelah pangan, energi, dan maritim karena sektor
pariwisata yang paling cepat memberikan gain dan paling cepat
diwujudkan. “Kalau ke depan pariwisata kita tumbuh pesat itu akan
membantu (menurunkan) deficit current account. Target deficit current
account, untuk target keseluruhan kita, sama dengan target BI yaitu 2%
dari PDB untuk tahun 2016,” ujarnya.
Terkait inflasi, Bambang
mengatakan target inflasi tahun depan di kisaran 4% -4,5% tidak jauh
berbeda dengan asumsi inflasi APBN 2015 sebesar 4,4%. Menurut dia,
kenaikan inflasi pada tahun depan disebabkan karena pemerintah berencana
menaikkan harga LPG 12 kilogram dan penyesuaian tarif dasar listrik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar