JAKARTA- Sejumlah pengamat
politik menilai perolehan suara Partai Demokrat diprediksi bakal menurun
pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 jika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
kembali terpilih menjadi ketua umum partai. Demokrat sebaiknya
memberikan ruang kepada calon lain untuk menjaga kesinambungan
kaderisasi partai.
Maswadi, Pengamat Politik Universitas
Indonesia, menyatakan penurunan suara tersebut disebabkan masa keemasan
SBY sudah habis. “Puncaknya SBY sudah lewat karena pada masa
pemerintahannya korupsi berkembang pesat,” ujarnya, Kamis.
Menurut
dia, SBY perlu memberi ruang kepada kader partai Demokrat lain untuk
berani mencalonkan diri menjadi ketua umum. SBY sebaiknya tidak
mencalonkan diri dulu demi kebaikan Partai Demokrat ke depan. “SBY harus
memberi ruang pada kadernya untuk dapat berkembang agar muncul kader
yang bisa menggantikannya,” katanya.
Agus Hermanto, Wakil Ketua
Umum Partai Demokrat, sebelumnya mengatakan setidaknya ada 80% Dewan
Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) yang akan
mendukung SBY menjadi ketua umum. Karena itu, kemungkinkan pemilihan
ketua umum Partai Demokrat akan dilakukan secara aklamasi.
Maswadi
menambahkan, SBY tidak harus menjadi ketua umum agar partai Demokrat
kembali dipercaya masyarakat. “Dia bisa berperan di belakang layar untuk
lebih fokus meningkatkan kader-kader partai yang memiliki potensi,”
katanya.
Maswadi menilai dicalonkannya SBY menjadi ketua umum
akan membuat kader partai Demokrat “sungkan” untuk mencalonkan diri.
“Kader yang potensial seperti Syarif Hasan dan Ahmad Mubarak tidak akan
berani mencalonkan diri jika SBY maju sebagai Ketua umum,” katanya.
A
Bakir Ihsan, Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Jakarta,
mengatakan sampai saat ini belum ada kader yang bisa menyaingi SBY
karena figurnya masih menjadi magnet yang cukup kuat dibandingkan dengan
kader Demokrat yang lain.
Menurut dia, hanya SBY yang sanggup
membawa partai Demokrat kembali pada masa kejayaannya. Kemampuan
komunikasi SBY dan strategi politiknya serta interaksinya dengan
berbagai kalangan akan sedikit berpengaruh terhadap perjalanan partai
Demokrat ke depan. “Lebih dari itu semua, SBY adalah pendiri partai
Demokrat yang secara politik berhasil meraih posisi tertinggi di negeri
ini selama dua periode,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Maswadi,
memang tidak ada yang bisa menandingi SBY di partai Demokrat. Majunya
Gede Pasek untuk melawan SBY merupakan perlawanan yang sia-sia. “Gede
Pasek bukan calon potensial, dia berani maju itu kan kepalang basah,
karena memang sudah tidak disukai oleh para petinggi Demokrat,”
tuturnya.
Namun, keberanian Gede Pasek menjadi lawan SBY patut
dihargai. Adanya calon alternatif dalam sebuah pencalonan itu akan
menggambarkan partai Demokrat pro dengan demokrasi. “Ciri demokrasi
berjalan dengan baik itu tidak ada calon yang tunggal. Adanya calon
tunggal dalam sebuah pemilihan adalah permainan politik dan rekayasa,”
ungkap Maswadi.
Menurut Maswadi jika SBY kembali maju, bukan
tidak mungkin citra partai Demokrat sebagai partai oligarkis semakin
kuat di masyarakat. “Selama ini partai Demokrat dicitrakan dengan SBY,
kultur partai masih berorientasi pada ketokohan SBY sebagai satu-satunya
orang yang harus dipatuhi,” ujarnya.
Maswadi berpendapat lebih
baik SBY memberikan kesempatan pada kader Demokrat lain untuk menjabat
sebagai ketua umum partai. Pasalnya, dengan memberi ruang ke kader lain,
kaderisasi dapat berjalan dengan baik yang nanti akan berguna terhadap
masa depan partai Demokrat. Jika SBY kembali menjadi ketua umum bukan
tidak mungkin regenerasi partai akan menghadapi masalah ke depannya.
Soal,
kaderisasi Bakir berbeda pendapat dengan Maswadi. Menurut Bakir,
terpilihnya SBY menjadi ketua umum belum tentu mematikan kaderisasi
partai. Kaderisasi tergantung pada bagaimana SBY sebagai figur sentral
memberikan ruang aktualisasi secara demokratis bagi semua kadernya.
“Faktor figur seharusnya menjadi jalan bagi penguatan organisasi dan
kader partai, bukan sebaliknya,” ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar