JAKARTA - Konflik agraria di Indonesia meningkat signifikan pada 2014 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2014 terjadi 472 konflik di seluruh Indonesia. Iwan Kurnia, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), mengatakan peningkatan jumlah ini karena tidak ada lembaga yang secara khusus menangani masalah konflik agraria.
Selain itu, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (pemerintahan saat itu) juga menjadi penyebab meningkatnya jumlah konflik agraria pada tahun 2014. Pemerintahan Yudhoyono terbukti tidak memiliki kesanggupan dan kapasitas untuk memaksa para menterinya menghentikan ego sektoral di bidang agraria.
Menurut Iwan, sebaiknya pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla segera membentuk badan ad hoc yang menangani konflik agraria. “Lembaga-lembaga yang sudah ada seperti Badan Pertanahan nasional, Kementerian Kehutanan, hingga Komnas HAM terbukti tidak efektif dan tidak mampu menyelesaikan konflik secara tuntas,” ujarnya, Selasa.
Jumat, 26 Desember 2014
Perlu Lembaga Khusus untuk Selesaikan Konflik Agraria
Label:
NEWS
Realisasi Penerimaan Bea Cukai 2014 Diprediksi Hanya 92,8%
JAKARTA - Pemerintah memperkirakan realisasi penerimaan negara dari bea
dan cukai sampai akhir tahun 2014 sebesar Rp 161,3 triliun atau 92,8%
dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014
sebesar Rp 173,7 triliun. Susiwijono Moegiarso, Direktur Penerimaan dan
Peraturan Kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian
Keuangan, mengatakan tidak tercapainya target tersebut karena beberapa
faktor seperti penurunan nilai impor dan hilirisasi.
Selain itu, kondisi ekonomi global juga berpengaruh terhadap penerimaan bea dan cukai tahun ini. “ Negara tujuan ekspor seperti Tiongkok sedang mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga berpengaruh dengan penerimaan ekspor," ujarnya.
Susiwijono menjelaskan perkiraan penerimaan hingga akhir tahun tersebut berasal dari bea keluar sebesar Rp 11,2 triliun atau 54,4 % dari target APBN-P 2014 sebesar Rp 20,6 triliun, cukai Rp 118,1 triliun atau 100,6% dari target sebesar Rp 117,5 triliun, dan bea masuk Rp 32 triliun atau 89,7% dari target Rp 35,7 triliun.
Menurut dia, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 15 Desember 2014 sebesar Rp 147,7 triliun, masih kurang Rp 13,1 triliun untuk mencapai prediksi penerimaan akhir tahun.
Sementara untuk realisasi bea masuk Rp 30,32 triliun, kurang Rp 1,38 triliun dari target. Sedangkan untuk bea keluar realisanya per 15 Desember sebesar Rp 10,98 triliun kurang Rp 0,19 triliun dari prediksi akhir tahun.
Sementara penerimaan cukai, Susiwijono mengakui ada penurunan volume produksi tembakau sehingga perolehannya masih kalah dibanding tahun kemarin. Realisasi per 15 Desember penerimaan cukai hanya sebesar Rp 106,63 triliun.
Telisa Aulia Felianty, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mengatakan sangat wajar realisasi penerimaan bea cukai hanya mencapai 92,8%. Menurut dia, tidak tercapainya target tersebut tidak bisa dilepaskan dari perlambatan pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi memiliki andil dari tidak tercapinya target,” ungkapnya.
Menurut Telisa penerimaan bea cukai sebenarnya dapat ditingkatkan lagi, karena hingga kini masih banyak penyelundupan ekspor impor di pelabuhan-pelabuhan tikus yang menurunkan pendapatan negara.
Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan upaya ekstensifikasi untuk menambah penerimaan. Sampai saat ini penambahan obyek ekstensifikasi masih sebatas wacana. Ekstensifikasi pengenaan cukai terhadap minuman bersoda dan berlian belum terealisasi.
Target 2015
Susiwijono mengaku optimistis dapat mencapai target penerimaan bea dan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp 178 triliun. Pencapaian target tersebut dapat terealisasi dengan menaikkan tarif cukai karena cukai memiliki potensi besar. “Karena bea masuk dan bea keluar banyak eksternal faktor yang dapat mempengaruhi seperti tiba-tiba ada hilirisasi,” ujarnya.
Selain itu, kondisi ekonomi global juga berpengaruh terhadap penerimaan bea dan cukai tahun ini. “ Negara tujuan ekspor seperti Tiongkok sedang mengalami perlambatan pertumbuhan sehingga berpengaruh dengan penerimaan ekspor," ujarnya.
Susiwijono menjelaskan perkiraan penerimaan hingga akhir tahun tersebut berasal dari bea keluar sebesar Rp 11,2 triliun atau 54,4 % dari target APBN-P 2014 sebesar Rp 20,6 triliun, cukai Rp 118,1 triliun atau 100,6% dari target sebesar Rp 117,5 triliun, dan bea masuk Rp 32 triliun atau 89,7% dari target Rp 35,7 triliun.
Menurut dia, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 15 Desember 2014 sebesar Rp 147,7 triliun, masih kurang Rp 13,1 triliun untuk mencapai prediksi penerimaan akhir tahun.
Sementara untuk realisasi bea masuk Rp 30,32 triliun, kurang Rp 1,38 triliun dari target. Sedangkan untuk bea keluar realisanya per 15 Desember sebesar Rp 10,98 triliun kurang Rp 0,19 triliun dari prediksi akhir tahun.
Sementara penerimaan cukai, Susiwijono mengakui ada penurunan volume produksi tembakau sehingga perolehannya masih kalah dibanding tahun kemarin. Realisasi per 15 Desember penerimaan cukai hanya sebesar Rp 106,63 triliun.
Telisa Aulia Felianty, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mengatakan sangat wajar realisasi penerimaan bea cukai hanya mencapai 92,8%. Menurut dia, tidak tercapainya target tersebut tidak bisa dilepaskan dari perlambatan pertumbuhan ekonomi. “Pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi memiliki andil dari tidak tercapinya target,” ungkapnya.
Menurut Telisa penerimaan bea cukai sebenarnya dapat ditingkatkan lagi, karena hingga kini masih banyak penyelundupan ekspor impor di pelabuhan-pelabuhan tikus yang menurunkan pendapatan negara.
Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan upaya ekstensifikasi untuk menambah penerimaan. Sampai saat ini penambahan obyek ekstensifikasi masih sebatas wacana. Ekstensifikasi pengenaan cukai terhadap minuman bersoda dan berlian belum terealisasi.
Target 2015
Susiwijono mengaku optimistis dapat mencapai target penerimaan bea dan cukai dalam APBN 2015 sebesar Rp 178 triliun. Pencapaian target tersebut dapat terealisasi dengan menaikkan tarif cukai karena cukai memiliki potensi besar. “Karena bea masuk dan bea keluar banyak eksternal faktor yang dapat mempengaruhi seperti tiba-tiba ada hilirisasi,” ujarnya.
Label:
NEWS
Selasa, 23 Desember 2014
Subsidi BBM Tetap, Defisit Anggaran 2015 di Kisaran 2%
JAKARTA - Pemerintah menargetkan
defisit anggaran tahun depan 2% atau kurang, lebih rendah dari target
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 2,21% dari
Produk Domestik Bruto (PDB). Bambang PS Brodjonegoro, Menteri Keuangan,
mengatakan target tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Penurunan
defisit karena pemerintah berencana akan menerapkan subsidi tetap untuk
bahan bakar minyak (BBM) mulai Januari 2015.
Label:
NEWS
SBY Ketua Umum, Elektabilitas Demokrat Dapat Menurun
JAKARTA- Sejumlah pengamat
politik menilai perolehan suara Partai Demokrat diprediksi bakal menurun
pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 jika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
kembali terpilih menjadi ketua umum partai. Demokrat sebaiknya
memberikan ruang kepada calon lain untuk menjaga kesinambungan
kaderisasi partai.
Label:
NEWS
Depresiasi Rupiah Tak Berdampak ke Investasi 2015
JAKARTA- Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
diperkirakan tidak akan berpengaruh terhadap kinerja investasi langsung
pada tahun depan. Franky Sibarani, Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), mengatakan investor tidak akan mengubah rencana awal untuk
menaruh dananya di Indonesia.
Label:
NEWS
Jumat, 05 Desember 2014
Kualitas SG di Mata Capres Cawapres
Aula SC, INSTITUT- Para kandidat Capres-Cawapres
BEMU periode 2010-2011 mengakui sistem Student
Goverment (SG) di kampus UIN tidak berjalan maksimal. Hal ini disampaikan
pada acara debat kandidat Capres-Cawapres BEMU yang diselenggarakan oleh KPU di
Aula Student Center (SC), Jumat (30/4).
Label:
NEWS
Kemenkeu Siap Menerapkan Aturan Menpan No 10 tahun 2014
JAKARTA- Kementerian keungan siap
menerapkan aturan mengonsumsi makanan tradisional dan buah-buahan produksi
dalam negeri sesuai dengan peraturan Menpan No 10 tahun 2014 tentang
Peningkatan Efektivitas dan Efisiensi Kerja Aparatur Negara.
Mardiasmo, Wakil menteri keuangan
mengaku siap memberlakukan aturan awal desember ini. “Lebih cepat aturan itu
diberlakukan akan lebih baik,” ujarnya.
Ia menambahakan konsumsi makanan
tradisional bagi jajaran pegawai negeri merupakan wujud kepedulian pemerintah
terhadap masyarakat ekonomi menengah bawah. “Dengan mengonsumsi makanan
tradisional berarti kita peduli dengan para petani yang sudah bekerja keras
menanam,” tuturnya.
Lagipula, lanjutnya, makanan
tradisional dan buah-buahan produksi dalam negeri itu kualitasnya tidak kalah
dengan luar negeri. “Kita jangan terlalu kebarat-baratan lah, pepaya saja harus pepaya Thailand, mindset itu harus diubah,
kita harus lebih mencintai produk kita sendiri,” ujarnya.
Label:
NEWS
Langganan:
Postingan (Atom)