Ads 468x60px

Pages

Subscribe:

Labels

Kamis, 20 Juni 2013

Solidaritas Persma Daerah

“Silahkan masuk mas, mahasiswa lagi pada libur jadi sekret kelihatan sepi”. Begitulah ungkapan yang pertama kami dengar saat pertama tiba di sekertariat LPM Kentingan, UNS.
Keramahan dan sambutan hangat dari mereka sedikit membuat lelah dan penat yang kami rasakan berangsur sirna setelah 14 jam melakukan perjalanan dengan kereta api Bengawan, Jurusan Jakarta-Solo.
Kentingan merupakan LPM pertama yang kami kunjungi dalam rangkaian acara studi banding ke Persma Solo dan Jogja pada tanggal 12 Juli 2010 sampai 15 Juli 2010.  Setelah dipersilahkan masuk, Kami pun langsung melakukan obrolan dari masalah sistem perekrutan, penerbitan, marketing, sampai isu-isu tentang kampus.

Persma yang terletak di pojok kiri lantai 3 Graha UKM UNS ini memiliki sistem perekrutan yang berbeda dari persma-persma kebanyakan. Mereka menggunakan seleksi di awal. Ketika masa perekrutan anggota (makra), mereka langsung melakukan penyeleksian kepada para mahasiswa yang mendaftar.
Setelah itu, baru diadakan pelatihan jurnalistik bagi para pendaftar yang lolos seleksi. Setelah pelatihan, anggota baru diharuskan memilih divisi yang ingin ditekuninya sehingga bagi yang terjun di fotografi atau marketing tidak diperbolehkan untuk menulis berita.
Mengenai masalah penerbitan, LPM Kentingan dapat dikatakan cukup produktif. Sejak berdiri sampai sekarang mereka telah menerbitkan 16 majalah, 28 buletin semi majalah, dan 1 antologi cerpen. Isu-isu yang mereka angkat adalah persoalan tentang  kampus dan kondisi sosial budaya di daerah Solo.
Tak terasa sore pun tiba, itu menunjukan kami harus pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju ke LPM Kalpadruma yang berada di fakultas sastra dan seni rupa UNS.
Kondisi Kalpadruma tak jauh berbeda dengan Kentingan, yang membedakan hanya dari isu yang mereka angkat. Kalpadruma lebih banyak mengangkat isu-isu masalah sastra di banding tentang kampus.
Meskipun hanya di bawah naungan fakultas, namun jika dilihat dari segi kualitas tulisan dan intens penerbitan, Kalpadruma patut di acungi jempol. Setiap 1 bulan sekali mereka menerbitkan buletin dan majalah dalam satu kepengurusan. Selain itu, dalam masalah kekeluargaan mereka begitu menjaga betul. Terbukti ketika ada anggotanya yang terkena masalah, mereka berusaha mengajak sharing dan mencari penyelesaiannya bersama-sama.
Setelah seharian berada di kampus “ndeso”, esok paginya kami berangkat menuju kota pelajar untuk berkunjung ke LPM yang ada disana.
LPM yang pertama kami kunjungi adalah POROS, Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Persma ini terletak di lantai dasar gedung tinggi dengan tower yang berdiri tegak menjulang tinggi ke atas langit. Gedung itu merupakan pusat informasi dan telekomunikasi UAD.
Ada hal unik dari kawan-kawan baru POROS ketika liputan. Mereka menggunakan baju hitam dengan tulisan “poros” warna putih di dada sebelah kiri sebagai pengganti kartu pers. Selain itu yang membuat kami salut adalah kemandirian anggota barunya. Setiap anggota baru disana dituntut untuk dapat mengurus sendiri segala masalah organisasi dari mulai penulisan, layout, sampai penerbitan.
Setelah berkunjung ke POROS, kami melanjutkan perjalanan menuju EKSPRESI UNY. Ekspresi merupakan persma yang cukup disegani di kalangan persma Jogja dalam masalah penulisan maupun penerbitan. Mereka memiliki keahlian dalam menulis hal yang biasa menjadi luar biasa, seperti tulisan dalam buku yang baru mereka terbitkan mengenai ramalan.
Senja mulai menampakkan jati dirinya. Kami pun beranjak menuju LPM Balairung UGM. Sambutan hangat yang biasa kami terima dari kawan-kawan persma tak kami dapatkan di persma ini. Mereka begitu dingin dalam menyambut kedatangan kami sampai-sampai untuk segelas aqua pun mereka tak mampu menghidangkan.
Malam pun mulai tiba. Kami pun langsung melanjutkan perjalanan menuju LPM Arena, UIN Jogja. persma ini terletak di gedung student center. Bentuk arsitektur gedung itu mirip aquarium dengan kaca-kaca ukuran besar mengelilinginya. Arena memiliki nama yang unik dalam produk newsletter-nya yaitu “Slilit”. Alasan penamaan ini karena tulisan-tulisan yang ada di dalamnya begitu jelas dan mengganjal seperti layaknya slilit yang menempel pada sebuah gigi. Malam pun kian larut, kami menyempatkan diri menikmati indahnya malam kota Jogja di Stasiun Tugu.
Di pinggiran stasiun ini berjejer warung kopi khas daerah tugu. Warung-warung itu merupakan tempat nyantainya orang Jogja setelah siangnya mereka disibukkan oleh berbagai rutinitas harian. Minuman khas dari warung itu adalah kopi joss. Perbedaan kopi ini dengan kopi yang lain adalah dalam racikannya. Kopi ini menggunakan sedikit arang untuk menambah cita rasa kopi.

Tak terasa hari terakhir perjalanan kami berkunjung ke persma Solo dan Jogja telah tiba. Kami berencana pulang ke Jakarta menggunakan kereta Progo dari Stasiun Lempuyangan menuju Senen. Meskipun hanya 3 hari di kota itu. Kami begitu terkesan dengan hal-hal yang ada disana dan akan menjadi kenangan yang tak terlupakan dalam hidup.  charisasfiya@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar