Ads 468x60px

Pages

Subscribe:

Labels

Jumat, 02 November 2012

Matinya 'orang tua' Mahasiswa


Analogi rektorat sebagai orang tua dan mahasiswa menjadi anak kini mulai tidak saya percaya lagi. Melihat tindakan mereka dalam mengambil keputusan-keputusan yang mematikan dan menghambat proses tumbuhnya jati diri mahasiswa, membuat saya semakin hilang rasa percaya terhadap kata “orang tua” yang disandang mereka.
Sekeras apapun orang tua mendidik anak Tiada lain memiliki tujuan mulia yang merupakan bagian dari investasi masa depan sang anak. Orang tua rela mengorbankan apapun asalkan kelak sang anak dapat memperoleh masa depan yang cerah. Setiap kali orang tua mengambil kebijakan pasti didasari apakah kebijakan itu punya maslahat bagi anaknya atau tidak.
Keinginan rektorat menggabungkan semua unit kegiatan mahasiswa (UKM) menjadi satu ruangan, menjadi bukti bahwa mereka tidak pantas mendapat gelar orang tua bagi mahasiswa. Karena Menurut saya keinginan seperti itu merupakan tindakan yang didasari oleh pemikiran cupet dan pendek,  tanpa proses pemikiran yang matang dan orientasi pada masa depan.  
Jika pikiran mereka tidak cupet, mereka mestinya mendengarkan setiap aspirasi yang muncul dari keinginan tiap UKM. Fasilitas yang saat ini dimiliki oleh tiap UKM saja terasa begitu minim kok malah mau dikurangi. Sebagai contoh kita bisa menengok nasib kawan-kawan di UKM Teater. Mereka sehari-hari latihan di halaman parkir SC yang jauh dari kata sempurna untuk ukuran UKM yang telah mengharumkan nama UIN. Padahal idealnya sebuah teater mestinya punya gedung kesenian sendiri agar latihannya maksimal.   
Entah apa yang mendasari rektorat ingin menerapakan kebijakan seperti itu. saya tidak tahu. Tapi terdengar kabar bahwa adanya kebijakan itu hanya untuk memperoleh sertifikat ISO.  Kondisi Student Center dinilai dapat menghambat UIN mendapatkan ISO karena tempatnya yang begitu kotor dan kumuh.
Pertanyaanya kemudian adalah apakah untuk mendapatkan sertifikat tersebut harus dengan cara menggusur sekertariat tiap-tiap UKM. Kalau toh alasan karena SC begitu kotor dan kumuh, bukankah masih bisa dicarikan jalan keluar tanpa harus mengurangi sarana UKM yang memang sudah sedikit itu.
Jangan-jangan ini merupakan satu bentuk upaya rektorat membungkam nalar kritis mahasiswa yang aktif di organsisasi. Organisasi kampus yang selama ini telah mencetak kader yang kritis dan lantang bersuara sedikit demi sedikit mulai dilemahkan. Kita bisa lihat dari organisasi ekstra seperti HMI, PMII, KAMMI dan organisasi lainnya yang dilarang mengadakan kegiatan dalam kampus. Mungkin target selanjutnya adalah UKM yang merupakan benteng terakhir para aktifis.
jika organisasi ekstra dan intra dapat dilumpuhkan, rektorat dapat bertindak sewenang-wenang tanpa takut ada mahasiswa yang berunjuk rasa menentang kebijakannya.  Jika sudah demikian yang terjadi entah apa yang akan terjadi dengan kampus kita tercinta ini.   

0 komentar:

Posting Komentar