Tidak mudah membuat film drama
komedi yang mampu membuat kesan mendalam pada setiap karakter yang dimunculkan,
namun lewat kecerdikan dari Josh Radnor film Liberal arts mampu tampil menawan
lewat jalinan cerita yang disuguhkan.
Film ini bercerita tentang jesse fisher
seorang pria berusia 35 tahun yang datang mengunjungi profesor favoritnya di
Ohio. Bertahun-tahun Jesse hidup di kota besar seperti new york dengan
rutintias yang serba membosankan. Gaya hidup individual khas kota besar menjadikan
Jesse begitu tidak semangat menjalani hidup, terlebih tanpa seorang pendamping
di sisinya.
Saat professornya mengundangnya
untuk datang di acara perpisahan, jesse begitu antusias. Wajahnya begitu
memancarkan kebahagian. Mungkin dia ingat masa indahnya saat masih menjadi
mahasiswa dulu. Scene jesse berlari-lari sambil menari-nari dan tidur di taman
kampus mengambarkan bagaimana hati jesse merasa begitu bahagia kembali ke
kampusnya yang telah lama ia tinggalkan.
Selain Jesse Fisher, tokoh utama
dalam film ini yaitu zibby gadis berusia berusia 19 tahun yang memiliki sifat
periang dan humoris. Yang menarik dari sosok ziby ini yakni perhatiannya
terhadap improvisasi dalam menjalani hidup. “segala sesuatu dalam hidup pada
dasarnya adalah improvisasi tidak ada naskah, kita hanya berbuat apa adanya” ujar
zibby pada pertemuan awal dengan fisher.
Dari pertemuan awal antara jesse
dan zibby di restoran bersama keluarganya terlihat obrolan hangat yang membuat
mereka terlihat sudah lama kenal. Lewat obrolan itu terlihat Jesse menaruh simpatik dengan zibby yang mampu
membuatnya selalu terkesima lewat tingkahnya. Bahkan apapun ajakan zibby, jesse
tak mampu menolaknya.
Yang membuat film ini begitu
cerdas adalah ketika Radnor mampu menyuguhkan situasi dilematis yang dialami
jesse. Perang batin jesse untuk menjalin hubungan lebih jauh dengan zibby karena
perbedaan usia yang terlampau jauh, dilukiskan lewat adegan jese fisher menuliskan
perbandingan usianya dengan zibby di sebuah buku tulis.
Adegan di mana jesse membandingkan
umurnya di buku tulis itu mampu menciptakan tawa bagi para penonton film ini.
Tokoh selanjutnya yang menarik untuk
disimak dalam film ini yakni Professor Hobert, pria berumur 70 tahun yang mengalami
psikologis selalu merasa usianya masih 19 tahun. Lagi-lagi Radnor membuat saya
begitu kagum dengannya. Bagaimana dalam film ini Radnor mampu menggambarkan dengan
pas sosok professor yang mengalami disorientasi setelah masa pensiunnya.
Professor hobert yang hidup di
lingkungan mahasiswa yang secara usia berkisar antara 19-22 tahun membuatnya
selalu merasa seperti mereka. “mengajar di sini bertahun-tahun, aku menjadi
tahu diriku sendiri. Aku dikelilingi oleh orang-orang yang usianya 19 tahun,
dan aku mungkin merasa 19 tahun.”
awal perjumpaanya dengan fisher sebelum
acara perpisahan pensiun, karakter professor hobert digambarkan layaknya anak
muda masa kini lewat tingkahnya bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan badannya.
Namun setelah acara perpisahan pensiun, professor hobert menjadi pribadi yang
murung. Bangun tidur hingga sore aktifitasnya hanya duduk di kursi kamarnya
sambil menghadap ke arah jendela.
Selain itu terdapat sosok Nat pria
hippie unik dan super supel yang tanpa sengaja bertemu dengan fisher di taman
kampus yang sedang galau berdiri memandangi pohon. Dengan gaya sok akrab Nat
langsung bekenalan dengan Fisher. Selanjutnya Nat mengajak Fisher ke pesta
perayaan kampus dengan kalimat yang hampir mirip dengan zibby “jangan katakan
tidak, keberuntungan tidak pernah tersenyum pada orang-orang yang mengatakan
tidak.” Ya, sebuah ungkapan yg hampir mirip dengan kata-kata zibby “one rule of improve that you can never say
no,”.
Ketika nat mengajak fisher ke
pesta tanpa disengaja dia bertemu kembali dengan zibby. melihat keberadaannya, raut
muka fisher terlihat bahagia. Nah disini Nat mampu mengetahui apa yang sedang
melanda hati fisher. Akhirnya Nat merekayasa mereka berdua untuk saling bertemu
di sebuah kedai kopi kampus.
Dalam film ini agaknya Radnor mencoba
memberi pesan bahwa kehilangan semangat hidup bisa menimpa siapa saja tanpa
pandang usia. Bahkan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang pintar dan
super jenius dari Dean mahasiswa jenius yang mengalami depresi sampai professor
hoberg yang menjadi favorit jesse.
kebahagiaan malah dan semangat
hidup malah dimiliki oleh tokoh Nat, pria yang hidup marjinal dan memiliki
pikiran sederhana seperti pada ungkapan awal film ini “he that increaseth
knowledge, increaseth sorrow”.