JAKARTA - Sejumlah pengamat menilai reshuffle kabinet masih terlalu dini untuk dilakukan pada usia kabinet yang belum genap satu tahun. Dengan kondisi yang baru saja melakukan konsolidasi politik, belum layak untuk dilakukan penilaian terhadap kinerja para menteri.
Yunarto Wijaya, Pengamat Politik dari Charta Politika, mengatakan reshuffle kabinet harus didasarkan pada pertimbangan yang kuat. Jangan sampai reshuffle ini dilakukan atas dasar tekanan politik dan membangun kompromi politik.
Menurut dia, jika pertimbangan reshuffle hanya berdasar hal tersebut justru akan menimbulkan kekacauan. Pasalnya, tidak ada ukuran yang jelas terkait dengan pencapaian kinerja. “Seharusnya reshuffle harus berdasar pada target kinerja dari beberapa kementerian,” kata dia.
Menurut Yunarto, dari dulu sampai sekarang belum ada target kinerja yang jelas terkait penilaian kinerja kementerian. Bahkan pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) saja tidak ada transparansi dalam menentukan indikator kinerja kementerian.
Yunarto mengatakan dengan adanya transparansi dalam hal indikator kinerja kementerian, setiap isu reshuffle tidak akan diramaikan oleh pengamat dan kader partai politik. “Tidak akan ada lagi guncangan jika ada indikator yang jelas dan transparan,” ujar dia.
Yose Rizal, Direktur Eksekutif PoliticaWave, mengatakan meski ada beberapa kekurangan dari beberapa kinerja menteri namun untuk reshuffle kabinet harus sepenuhnya diberikan pada Presiden Jokowi.
Menurut dia, yang terpenting pemerintahan kali ini mampu memberikan pengertian terhadap rakyat terkait program-program yang dijalankan. Misalnya, terkait perlambatan ekonomi, pemerintah perlu menjelaskan mengenai kondisi global yang memang tidak baik.
Selain itu, penyerapan anggaran yang juga rendah, perlu ada penjelasan yang komprehensif agar rakyat tidak salah paham.
Menurut Yose, permasalahan yang dihadapi pemerintahan Jokowi saat ini adalah turbulensi politik yang cukup tinggi sehingga program dia yang bagus sering tertutupi oleh peristiwa politik.
Misalnya, setelah Presiden meresmikan pembangunan tol Sumatera tiba-tiba malamnya ada penangkapan Novel Baswedan sehingga prestasi yang diraih Jokowi tertutupi oleh peristiwa tersebut.
Yose mengatakan dalam hal reshuffle, tidak bisa hanya didasarkan pada latar belakang menteri. Menteri dari kalangan partai politik belum tentu dia tidak memiliki kapabilitas dan profesionalitas.
Menurut Yose, menteri yang berasal dari Parpol selagi dia memiliki kompetensi dan profesionalitas tetap layak untuk dijadikan menteri.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan perombakan Kabinet Kerja yang rencananya dilakukan pada 2015 akan bermanfaat untuk meningkatkan kinerja pemerintah.
"Ya pentingnya untuk meningkatkan kinerja pemerintah, dis itu pentingnya (perombakan kabinet-red.)," kata Kalla, usai membuka forum diskusi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan sosialisasi UU HKI No. 28/2014, di Jakarta, Rabu, seperti dikutip Antara.
Menurut Wapres, pejabat negara yang diangkat oleh presiden bisa terkena perombakan. "Siapapun yang diangkat oleh presiden, itu dapat diganti oleh presiden. Itu saja rumusnya," ujar dia.
Enny Sri Hartati, Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance, mengatakan pergantian menteri dalam bidang ekonomi memang perlu dilakukan terkait kinerja ekonomi yang melambat pada kuartal I.
Menurut Enny, dengan kinerja ekonomi yang menurun drastis tidak bisa hanya menyalahkan persoalan eksternal, namun perlu ada evaluasi terhadap kinerja tim ekonomi.
Enny yakin bahwa Presiden Jokowi pasti sudah melihat mana menteri-menteri ekonomi yang memiliki rapor merah dalam kinerjanya. Dia pun meyakini Presiden akan melakukan evaluasi atas tim ekonominya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar