Rabu, 11 Desember 2024
Malam ini, aku dan istriku memutuskan untuk makan malam di Lula, sebuah kafe kecil di Jakarta Selatan yang terletak di pinggir jalan. Dari luar, kafe ini tampak sederhana, tapi suasananya langsung terasa berbeda begitu kami melangkah masuk. Hangat, tenang, dan seolah jauh dari keramaian meski terkadang suara kendaraan yang melintas samar terdengar dari kejauhan.
Kami memilih duduk di lantai dua, sebuah ruang kecil yang hanya diisi oleh kami berdua. Lampu-lampu redup menghiasi dinding, menciptakan bayangan lembut yang menenangkan. Musik barat dengan tempo slow mengalun pelan, menambah kesyahduan malam ini.
Aku memesan kopi aren, minuman favoritku yang selalu terasa pas untuk menghangatkan suasana. Sementara itu, istriku memilih spaghetti. Ketika makanan datang, aku sempat mencuri pandang padanya—tatapan puasnya saat mencicipi spaghetti selalu terlihat begitu menggemaskan.
Obrolan kami malam ini sederhana, lebih banyak jeda daripada kata-kata. Tapi justru itu yang membuat malam ini terasa istimewa. Terkadang kami hanya duduk diam, menikmati irama musik dan suara samar kendaraan dari jalan. Tidak perlu banyak bicara untuk merasa dekat.
Besok istriku ulang tahun, tapi aku sengaja tidak membahasnya. Biarlah malam ini hanya menjadi milik kami tanpa embel-embel perayaan. Dalam hati, aku sudah merancang sesuatu untuk membuatnya tersenyum lebih lebar besok.
Malam ini, aku bersyukur. Untuk kafe kecil di pinggir jalan ini. Untuk istri yang selalu membuatku merasa utuh. Dan untuk momen sederhana seperti ini yang akan selalu tersimpan dalam ingatan.