Ads 468x60px

Pages

Subscribe:

Labels

Featured Posts

Rabu, 11 Desember 2024

Makan Malam Bersama Isteri

Rabu, 11 Desember 2024

Malam ini, aku dan istriku memutuskan untuk makan malam di Lula, sebuah kafe kecil di Jakarta Selatan yang terletak di pinggir jalan. Dari luar, kafe ini tampak sederhana, tapi suasananya langsung terasa berbeda begitu kami melangkah masuk. Hangat, tenang, dan seolah jauh dari keramaian meski terkadang suara kendaraan yang melintas samar terdengar dari kejauhan.  

Kami memilih duduk di lantai dua, sebuah ruang kecil yang hanya diisi oleh kami berdua. Lampu-lampu redup menghiasi dinding, menciptakan bayangan lembut yang menenangkan. Musik barat dengan tempo slow mengalun pelan, menambah kesyahduan malam ini.  

Aku memesan kopi aren, minuman favoritku yang selalu terasa pas untuk menghangatkan suasana. Sementara itu, istriku memilih spaghetti. Ketika makanan datang, aku sempat mencuri pandang padanya—tatapan puasnya saat mencicipi spaghetti selalu terlihat begitu menggemaskan.  

Obrolan kami malam ini sederhana, lebih banyak jeda daripada kata-kata. Tapi justru itu yang membuat malam ini terasa istimewa. Terkadang kami hanya duduk diam, menikmati irama musik dan suara samar kendaraan dari jalan. Tidak perlu banyak bicara untuk merasa dekat.  

Besok istriku ulang tahun, tapi aku sengaja tidak membahasnya. Biarlah malam ini hanya menjadi milik kami tanpa embel-embel perayaan. Dalam hati, aku sudah merancang sesuatu untuk membuatnya tersenyum lebih lebar besok.  

Malam ini, aku bersyukur. Untuk kafe kecil di pinggir jalan ini. Untuk istri yang selalu membuatku merasa utuh. Dan untuk momen sederhana seperti ini yang akan selalu tersimpan dalam ingatan.

Senin, 31 Oktober 2022

Ibuku Meninggal

Saya baru sempat buat tulisan tentang meninggalnya Ibu. Waktu terasa sangat begitu cepat. Hari hari saya dengan ibu tak seperti orang kebanyakan. 

Seingat saya, kalau dihitung tak sampai delapan tahun hidup dengannya. Waktu paling lama saya bersama ibu itu saat masih kecil, umur di bawah tujuh tahun. 

Setelah usia tujuh tahun saya dititipkan ke orang tua ayah saya. Ibu baru kembali saat usia saya 10 tahun. Kembalinya pun tidak lama. Paling saya bertemu dia tak lebih dari seminggu. Setelah itu, dia balik lagi ke Arab Saudi. 

Ibuku kembali lagi ke Indonesia, saat usiaku sudah 19 tahun. Tahun 2007. Jujur saja saya sampai lupa raut mukanya karena begitu sangat lama saya tidak bertemu dengannya. Dan zaman itu belum ada smartphone yang bisa video call seperti saat ini. 

Jumat, 24 Juni pukul 23.45 WIB, ibuku telah bertemu dengan sang pencipta. Kabar yang sungguh tak terduga. Baru dua hari beliau di bawa adik saya ke Rumah Sakit. Kondisinya pun sempat membaik. Tiba tiba hari jumat setelah maghrib adik saya memberi kabar kalau kondisi Ibu kritis. Saya dan isteri sempat video call dengan beliau. Dan mengabarkan akan pulang ke kampung. 

Di sepanjang perjalanan, rasa khawatir terus menyelimuti. Ada perasaan yg susah utk diucapkan ketika mengendarai mobil. Rasa kantuk pun tiba2 sirna. Akhirnya sampailah saya di brebes pukul 2 dini hari. Saya tak menjumpai saat ibu menghembuskan nafas terakhirnya.

Selamat jalan Ibu. Semoga panjenengan damai & bahagia bertemu sang pencipta...


Rabu, 12 Januari 2022

Solusi Pasokan Batubara PLN

Beberapa hari terakhir ramai perbincangan soal masalah stok cadangan batubara PLN. Bahkan Jokowi sempat kesal betul ketika tahu masalah ini. Jokowi dengan tegas memperingatkan perusahaan batubara untuk memenuhi kewajiban DMO nya. Jokowi pun sempat melarang perusahaan batubara untuk melakukan ekspor. Meski tidak lama kemudian, pernyataan itu akhirnya diralat setelah beberapa Negara yang biasa impor batubara dari Indonesia mengajukan surat keberatan. Dan meminta Indonesia untuk mencabut larangan ekspor tersebut.


Saya kira wajar saja presiden begitu marah. Indonesia ini kan salah satu Negara eksportir Batubara terbesar di Dunia. Kok bisa bisanya PLN tidak punya stok batubara untuk bahan bakar beberapa PLTU nya. Ini kan miris sekali. Tidak pantas. Dan bisa jadi bahan tertawaan dunia Internasional. 

Lalu apa kira kira solusinya biar kejadian seperti ini tidak terulang kembali? 

Kemarin saya diskusi dengan bos saya di kantor. Dia punya usul yang sangat brilian. Itu menurut saya. Pendapat bos saya begini:

Bos saya bilang, selain tentu saja perlu ketegasan dari Pemerintah agar perusahaan batubara menjalankan kewajiban DMO. Yang tidak kalah penting itu PLN harus punya tambang batubara sendiri. Iya, PLN mesti punya tambang Batubara sendiri. Karena praktek di Negara lain itu, perusahaan seperti PLN itu punya tambang batubara sendiri. Kalian bisa coba googling sendiri. 

Nah, kalau PLN itu punya tambang sendiri, ke depannya itu tidak perlu bergantung kepada perusahaan batubara yang mayoritas dikuasai oleh pihak swasta. Seperti kondisi yang saat ini terjadi.

Lalu bagaimana caranya? Sebenarnya caranya mudah. Presiden Jokowi kemarin mencabut banyak konsesi batubara. Belum lagi perusahaan batubara yang lahan konsesinya dikurangi. Contoh saja Arutminnya Bakrie. Lahan itu juga bisa diberikan ke PLN.  Sehingga PLN itu ke depan bisa memasok batubara dari tambangnya sendiri. Dan akan sangat fair jika Pemerintah itu menekan PLN untuk tidak menekan tarif dasar listrik ketika harga batubara sedang tinggi tingginya. Lah wong, Batubaranya tidak beli dari pihak lain kok. Jadi kan tidak terlalu memberatkan keuangan PLN. 

Daripada misalnya, kalau harga batubara lagi tinggi, terus Pemerintah memberi subsidi. Jadinya kan kurang efisien. Malah jadi beban negara kalau seperti itu. Semoga saja ke depan, pandangan ini bisa terealisasi. Ini demi PLN yang lebih baik....








Senin, 10 Januari 2022

Gus Dur, Islam, dan Kemiskinan

Kemarin malam saya lagi mager banget. Biasanya kalau lagi mager, saya langsung pengin baca buku. Langsung berselancarlah di aplikasi ipusnas, perpustakaan online milik Perpustakaan Nasional. 

Di beranda ada buku yang berisi kumpulan tulisan Gus Dur di majalah Tempo. Gus Dur ini memang karir awalnya sebagai penulis Kolom di beberapa media massa. Dan dia kategori penulis yang sangat produktif. Tema tulisannya beragam. Tidak hanya soal agama saja, tapi dia juga suka menulis soal masalah sosial hingga soal sepakbola. Begitulah kira kira yang dikatan Ulil Abshar dalam pengantar buku itu.

Tulisan Gus Dur di buku itu yang menarik perhatian saya justru ide nya soal agama dan kemiskinan. Gusdur waktu itu, dalam tulisannya tahun 1980 di Majalah Tempo, mengingatkan pemuka agama untuk jangan hanya bicara soal moral ke masyarakat. Argumen Gus Dur, salah satu tujuan agama itu agar manusia bisa hidup dalam kondisi idealnya. Karena manusia memang diciptakan dalam bentuk yang sebaik baiknya. Dan hal itu bisa terwujud jika umatnya sejahtera. 

Gagasan Gusdur itu saya rasa masih relevan hingga saat ini. Banyak pemuka agama zaman sekarang masih berkutat pada tema yang dikritik oleh Gus Dur. Mereka masih banyak bicara soal moral dan ritual ibadah. Bukannya hal ini tidak penting. Tapi paling tidak pemuka agama coba berikan porsi untuk bicara soal masalah sosial yang dialami masyarakat; terutama terkait masalah kemiskinan. 

Karena begini, jika umat bisa terlepas dari belenggu kemiskinan, mereka akan lebih mudah untuk diajak melakukan ritual keagamaan. 

Makanya, Gus Dur lebih suka ulama coba merumuskan bagiamana pandangan Islam soal pengentasan kemiskinan di banding mereka sibuk ngomongin soal pelarangan ucapan natal. Sebab hal itu jauh lebih punya kemaslahatan yang jauh lebih luas ke umat. Umat bisa sejahtera dan bisa melakukan ritual ibadah dengan tenang.

Penerus Gus Dur seperti Gus Yahya yang saat ini menjabat sebagai Ketua PBNU, seharusnya bisa menerapkan gagasan itu. Dalam Muktamar NU, Jokowi telah berjanji untuk memberikan konsesi tambang untuk Ormas seperti NU. Saya rasa itu harus bisa direalisasikan. NU nanti bisa mandiri karena punya pendapatan dari konsesi yang diberikan negara. Dividen dari pendapatan itu bisa dilakukan untuk pemberdayaan umat.

Kamis, 30 Desember 2021

Gibran vs Gojek

Beberapa hari ini ada berita yang cukup menarik perhatian saya. Gibran, Walikota Solo yang juga putera Presiden Jokowi ini menegur Gojek perihal biaya pengiriman kepada para mitranya.


Isu ini sebenarnya sudah lama saya dengar dari para driver gojek yang saya temui. Cuma saya kaget Gibran bisa mengangkat isu ini ke permukaan. Bahkan Gibran sendiri tidak segan segan bakal bikin aplikasi tandingan kalau Gojek enggan menuruti tegurannya.

Bagi saya ini pertanda bagus. Saya melihat Gibran ini punya sense yang cukup kuat dengan kondisi yang dihadapi oleh masyarakatnya di Solo. Mungkin saja, Gibran mendapat curhatan dari UMKM yang dia temui saat blusukan atau di sebuah acara tertentu. 

Yang jelas bagi saya, teguran Gibran ini bentuk kongkret bahwa pemimpin yang awalnya diremehkan mampu membuat terobosan dan coba mencari solusi bagi masalah yang dikeluhkan masyarakatnya. Dalam hal ini tentu saja para driver dan UMKM yang menjadi mitra Gojek.

Padahal masalah ini sudah lama ada. Tapi saya melihat baru Gibran yang punya kemauan untuk mengatasi masalah ini. Banyak kepala daerah di Indonesia, saya rasa kurang begitu peduli dengan masalah seperti ini. Padahal ini menyangkut kehidupan orang banyak. Di sinilah hebatnya Gibran. Terlepas dia memiliki privilage sebagai anak Presiden, tapi setidaknya dia berani untuk mencoba menyelesaikan masalah yang dialami oleh masyarakat pemilihnya.

Saya menduga jika Gibran konsisten dengan sikap semacam ini, dia akan bisa mengikuti jejak bapaknya di kemudian hari. Karena dia punya sense yang jauh lebih peka di banding para pejabat lain di Indonesia.

Minggu, 07 November 2021

Life is Journey

Siang ini saya tiduran di sofa. Rehat sejenak setelah melakukan aktivitas pekerjaan rumah: nyapu, ngepel, dan menyiram tanaman. 

Sambil tiduran, seperti biasa saya membaca artikel di internet. Ada tulisan menarik di media investor daily soal Toto Sugiri. Toto ini boleh di bilang sebagai bapak IT di industri data center Indonesia. Dia mendirikan beberapa perusahaan data center besar seperti Telkom Sigma dan PT Data Center Indonesia.

Dari wawancara media investor daily dengan Toto Sugiri, ada hal yang saya rasa cocok untuk dijadikan inspirasi yaitu soal prinsip hidup Toto Sugiri.

Toto Sugiri memandang hidup itu sebagai sebuah perjalanan. Seyogyangnya sebuah perjalanan, itu dimulai dari satu titik ke titik berikutnya sampai ke titik akhir hidup: kematian. 

Selama proses berjalanan dari satu titik hingga titik akhir, paling tidak kita harus meninggalkan jejak atau legacy yang baik. Karena jejak itulah yang mendefiniskan siapa diri kita. 

Sebagaimana Toto Sugiri, karena passion dirinya di bidang IT, dia memaksimalkan kemampuannya untuk memberikan kemanfaatan itu bagi masyarakat. 

Kalau masyarakat merasa mendapatkan manfaat dari kemampuan kita, tentu saja mereka akan mengapresiasi. Dan bentuk apresiasi itu bermacam macam. Bisa dalam bentuk uang dan penghormatan.

Dari Toto Sugiri, paling tidak saya belajar; bagaimana saya harus menemukan keahlian yang memberi manfaat pada orang lain. Keahlian itu tidak harus seperti Toto Sugiri: di bidang IT. Keahlian itu bentuknya bisa bermacam macam sesuai dengan keahlian yang kita miliki. 

Jumat, 05 November 2021

Menyoal Tesis Yuval di Homo Deus

Kita tahu, bahwa buku Homo Deus yang ditulis Harari ini merupakan kelanjutan dari buku dia sebelumnya: Sapiens. 

Jika buku Sapiens lebih membahas soal asal usul manusia. Dalam Homo Deus Harari lebih menekankan pada bagaimana kira-kira masa depan umat manusia.

Tesis yang dikemukakan harari itu sebenarnya sederhana. Begini, umat manusia sejak zaman dahulu itu punya tiga masalah yang tak kunjung usai: soal kelaparan, wabah, dan perang.

Tiga masalah tersebut telah merenggut jutaan nyawa manusia dari tahun ke tahun. Munculnya Nabi dan juru selamat di setiap zaman tak mampu mencegah tiga masalah utama umat manusia itu.

Dan kini, tanpa ada nabi dan juru selamat, umat manusia sudah mampu mengendalikan tiga masalah utama tadi. Manusia di masa sekarang justru banyak yang meninggal karena obesitas di banding kelaparan; meninggal bunuh diri jauh lebih banyak di banding perang; dan meninggal karena faktor usia tua itu jauh lebih banyak di banding terkena wabah.

Lalu pertanyaanya, ketika tiga masalah utama di atas tadi sudah hampir terpecahkan. Lalu apa yang menjadi masalah utama umat manusia ke depan? 

Nah lewat buku homo deus inilah Harari coba menjawab pertanyaan yang menjadi tesis utama di buku tersebut. 

Di sini saya coba mempersoalkan tesis Harari di atas. Mungkin Harari benar, kalau manusia di zaman sekarang itu jauh lebih baik dalam menghadapi tiga persoalan di atas. Kita bisa lihat fakta di lapangan, berita kematian akibat kelaparan sangat jauh lebih menurun di banding zaman dahulu. Kematian akibat wabah pun jumlahnya sekarang jauh lebih menurun di banding zaman dahulu. Begitu juga dengan peperangan. Jumlah manusia yang meninggal akibat peperangan itu jauh lebih sedikit kalau memang kita mau bandingkan pada zaman dahulu.

Namun bagi saya, tiga persoalan itu akan tetap menjadi perosalan umat manusia ke depan. Sekarang siapa yang bisa menjamin bahwa peperangan besar tidak akan terjadi lagi? Dan seandainya peperangan besar itu terjadi tentu saja efeknya akan jauh lebih dahsyat dari peperangan zaman dahulu karena senjata umat manusia saat ini jauh lebih canggih. Ketika satu bom nuklir diledakan, berapa nyawa nyawa manusia yang bisa terenggut. 

Soal kelaparan, bagi saya itu juga masih akan menjadi tantangan umat manusia ke depan. Harari mungkin lupa bahwa jumlah umat manusia dari tahun ke tahun itu terus mengalami peningkatan. Sementara lahan pertanian kondisinya semakin menyusut. Dan tentu saja itu akan menjadi persoalan serius umat manusia ke depan. 

Soal wabah pun demikian. Kita sebagai manusia harus jujur mengakui bahwa wabah covid 19 yang hingga saat ini masih terjadi itu telah mengubah semua tatanan kehidupan. Banyak negara di dunia dibuat repot adanya wabah covid ini. Jumlah korban yang meninggal pun tidak sedikit. Dan pertanyaannya, siapa yang bisa menjamin umat manusia akan terbebas dari wabah seperti covid ke depan.

Terkait ungkapan Harari bahwa para Nabi dan Juru selamat tidak bisa mengatasi tiga masalah utama umat manusia di atas, bagi saya itu ungkapan yang sedikit bias. 

Begini, para nabi dan juru selamat sudah melakukan tindakan yang bisa menjadi fondasi untuk mengatasi tiga masalah di atas. Misalnya para nabi menyuruh orang distribusi makanan terhadap yang membutuhkan. Kalau caranya masih konvensional itu iya. Karena zaman nabi memang belum ditemukan teknologi pesawat terbang dan kapal laut dengan mesin. Yang tentu saja sangat membantu mempercepat arus keluar masuk antar wilayah. 

Tapi kalau pertanyaanya, para nabi dan juru selamat itu gagal menyelesaikan tiga masalah utama manusia di atas, saya rasa itu kurang fair. Karena faktanya para nabi dan juru selamat itu sangat concern untuk menyelesaikan tiga masalah di atas. Para nabi dan juru selamat setidaknya melakukan tindakan yang memang perlu disempurnakan oleh generasi setelahnya.

Ibaratnya dalam sebuah penemuan listrik. Tidak mungkin kita berani mengklaim kalau sang penemu listrik sepanjang hidupnya itu gagal untuk menerangi dunia. Justru karena ada penemuan itu, generasi setelahnya mampu untuk membuat terang dunia dengan menyempurnakan hasil temuan sang penemu listrik.